Aku ada di persimpangan jalan. Kepalaku pening harus memilih jalan yang mana. Tidak bisa ku lalui jalan itu sekaligus saat keduanya berlainan arah, jika ku paksakan mungkin tak akan baik untuk keduanya, ah lagian fokusku tak sebaik itu. Mungkin yang lain bisa karena yang mereka jalani searah.
Ada yang harus ku lepaskan untuk berjalan kearah yang lain. Di sana ada cahaya yang masih berupa kerlip bagiku, berharap cahaya itu semakin terang. Kupikir di sini terlalu gelap (atau ini hanya pemikiranku?). Terlalu bodohkah aku jika meninggalkan jalan ini? Ini seperti zona aman bagiku, aku tak tau situsi jalan di sana itu, bagaimana nantinya? Pun jika kupeluk keduanya rasanya aku terlalu egois.
Terdengar selentigan bahwa di sana blablabla, ah kenapa tak terdengar bagus? Ekspektasiku blablabla. Apa yang salah? Apa harapanku terlalu tinggi? Tidak lagi, kepalaku jadi tambah pening, Allah kirimkan sebuah tanda untukku, aku takut tersesat dan jatuh.
Kupandangi photonya, kujadikan wallpaper di handphoneku. Kupandangi dengan lekat wajah mungilnya. Aku masih ingat bagaimana mencium dan memeluk tubuhnya untuk yang pertama dan terakhir. Aku masih ingin memeluknya, ingin memperlihatkan rumah baru kami, ingin menyusuinya, ingin mendekapnya di dadaku, ingin menunjukkan cahaya matahari, ingin memperlihatkan pohon-pohon, aku ingin menunjukkan semuanya, tapi sudah tidak bisa. Aku kehilangan, ada yang terasa kosong. Aku tak ingin terlalu larut dalam kesedihan, aku harus ikhlas, waktu mungkin akan menyembuhkan, tapi dadaku terasa sakit setiap memandangi photo-photonya, mendengar bunyi alat-alat yang terpasang di badannya membuatku merasa sakit, bagaimana anakku yang merasakannya langsung. Andai waktu bisa diulang, andai... Aku ingin memperbaiki semuanya, supaya anakku tidak terlahir prematur, supaya dia lahir dengan sehat, supaya dia bisa kubawa pulang langsung ketika lahir layaknya ibu-ibu yang lain. Supaya aku bisa pulang mengengd...
Komentar
Posting Komentar