Dia yang berwibawa. Dengan S3 yang disandangnya tak membuat kesombongan tampil di wajahnya, tak ada kepala yang mendongkak. Senyum dan sapa senyum selalu menyertai.Ah, dia tak seperti orang orang bertitel hebat lainnya. Kata sayang juga selalu ditambahkannya dalam setiap kalimatnya, tak ada yang tak suka jika dipanggil dengan seakrab itu. Humor selalu dia sematkan baik dalam perbincangan santai maupun dalam forum formal. Logat maduranya kental, suaranya khas, jika orang mendengar suaranya, ah pastilah dia yang berwibawa. "Syuting di alam sebelah" dia pula yang selalu katakan. Aku memang tak mengenalnya dengan baik, hanya sempat diajarnya satu semester, hanya sekedar sapa sepintas lalu pula, semua itu cukup menorehkan rasa sungkanku padanya. Dia sosok yang membuktikan, untuk menjadi orang yang hebat, dihormati, dan berwibawa dapat dimulai dengan senyum keramahan dan tidak sombong. Dan dia yang berwibawa adalah orang yang luar biasa.
Kupandangi photonya, kujadikan wallpaper di handphoneku. Kupandangi dengan lekat wajah mungilnya. Aku masih ingat bagaimana mencium dan memeluk tubuhnya untuk yang pertama dan terakhir. Aku masih ingin memeluknya, ingin memperlihatkan rumah baru kami, ingin menyusuinya, ingin mendekapnya di dadaku, ingin menunjukkan cahaya matahari, ingin memperlihatkan pohon-pohon, aku ingin menunjukkan semuanya, tapi sudah tidak bisa. Aku kehilangan, ada yang terasa kosong. Aku tak ingin terlalu larut dalam kesedihan, aku harus ikhlas, waktu mungkin akan menyembuhkan, tapi dadaku terasa sakit setiap memandangi photo-photonya, mendengar bunyi alat-alat yang terpasang di badannya membuatku merasa sakit, bagaimana anakku yang merasakannya langsung. Andai waktu bisa diulang, andai... Aku ingin memperbaiki semuanya, supaya anakku tidak terlahir prematur, supaya dia lahir dengan sehat, supaya dia bisa kubawa pulang langsung ketika lahir layaknya ibu-ibu yang lain. Supaya aku bisa pulang mengengd...
Komentar
Posting Komentar