Aku bukan penyuka puisi, kecendrunganku lebih ke arah prosa seperti cerpen, teenlit, dan novel. Pendapatku dulu tentang puisi, puisi itu susah dimengerti, perlu telaah, dan sulit dinikmati. Namun entah sejak kapan tulisanku di blog ini jadi banyak yang puisi, hanya saja ketika aku merasa sulit mengekspresikan sesuatu dalam tulisan yang panjang dan naratif, menulis puisi seperti menjadi jalan keluarnya. Seperti yang kubilang di awal, aku tak terlalu paham tentang puisi, yang kutahu, puisi salah satu bentuk tulisan atau karya yang maknanya luas, tulisan yang mengekspresikan isi pikiran dan perasaan seseorang. Aku tak tahu apakah tulisanku layak untuk disebut puisi, tapi aku menyukai gaya penulisan seperti itu.
Aku punya 2 buku puisi, beli setelah disarankan guru pembimbingku sewaktu PPL di SMAN 1 Kotabaru, Pa Gonzales. Kata beliau supaya aku dan temanku melek sama bacaan bagus. Buku itu sampai sekarang masih menghuni rak bukuku dengan manis, tak banyak yang kubaca karena aku tak terlalu mengerti.
Kemudian buku puisi 'Hujan Bulan Juni'nya Sapardi Djoko Damono. Beli itu gara-gara terpengaruh sama buku Jodohnya Fahd Fahdepie. Di dalam buku Jodoh, Fahd banyak memasukkan potongan puisi Sapardi, hal ini membuatku penasaran untuk membacanya dan juga dari review buku itu di internet sangat bagus. Buku itu tak tersedia di perpus daerah, terpaksa beli dari toko buku online. Kupikir karena buku puisi tipis, maka harganya pasti murah. Aku salah, ternyata bukunya lebih mahal dari buku prosa yang jauh lebih tebal, tapi aku tak menyesal membelinya, sepadan dengan isinya, meski lagi-lagi sebagian puisi di dalam buku itu belum kupahami dan belum kubaca.
Aku sedang belajar memahami dan membuat puisi, kupikir aku menyukainya. Ada perasaan senang ketika aku menumpahkan isi pikiran dan perasaanku dalam bait-bait itu. Aku menyukainya. ☺
Kupandangi photonya, kujadikan wallpaper di handphoneku. Kupandangi dengan lekat wajah mungilnya. Aku masih ingat bagaimana mencium dan memeluk tubuhnya untuk yang pertama dan terakhir. Aku masih ingin memeluknya, ingin memperlihatkan rumah baru kami, ingin menyusuinya, ingin mendekapnya di dadaku, ingin menunjukkan cahaya matahari, ingin memperlihatkan pohon-pohon, aku ingin menunjukkan semuanya, tapi sudah tidak bisa. Aku kehilangan, ada yang terasa kosong. Aku tak ingin terlalu larut dalam kesedihan, aku harus ikhlas, waktu mungkin akan menyembuhkan, tapi dadaku terasa sakit setiap memandangi photo-photonya, mendengar bunyi alat-alat yang terpasang di badannya membuatku merasa sakit, bagaimana anakku yang merasakannya langsung. Andai waktu bisa diulang, andai... Aku ingin memperbaiki semuanya, supaya anakku tidak terlahir prematur, supaya dia lahir dengan sehat, supaya dia bisa kubawa pulang langsung ketika lahir layaknya ibu-ibu yang lain. Supaya aku bisa pulang mengengd...
Komentar
Posting Komentar