Aku penyuka sambal, baik sambal yang buat makanan berkuah atau sambal terasi buat nyocol kayak ikan bakar, tempe dan konco-konconya. Kali ini aku akan membahas khusus sambal yang ke dua ya. Sebenarnya sambal gak harus ada sih pas aku makan kayak ikan gitu, bisa aja diganti sama irisan bawang plus perasan jeruk nipis, "cacapan" kata suku banjar, atau kecap manis juga ok, tapi kalo sambal lebih yahud sih, secara aku suka pedas gurih.
Aku susah cocok sama sambal yang dijual di warung-warung makanan gitu. Bukannya ngoyo ya😄, tapi ya namanya orang jualan pingin nyari untung banyak, kadang bikin sambalnya ya asal-asalan, asal jadi sambal buat dicocol lah, bahkan sering pedasnya gak terasa, "cabe mahal", ujar acilnya😑. Parahnya lagi yang bikin aku sering jijay, sambalnya diblender pemirsahh. Bayangin aja, itu sambal terasi jadi alus banget teksturnya terus warnanya jadi ijo ato coklat lah, hiyyy. Jangan dibayangin ya.
Sambal keren versi aku, tsahh😄, sambal yang dari campuran bawang merah, tomat dan terasi yang digoreng trus diulek sama gula merah, cabe, garam, sedikit penyedap rasa dan terakhir perasan "limau kuit" (jeruk berukuran besar dengan tekstur kulit kasar), diuleknya juga jangan sampe halus banget. Itu luar biasa, sedapp😄. Bikin sendiri mah suka-suka, banyakin cabenya lah, banyakin gula merahnya lah, gak peduli harganya pada mahal-mahal😆. Gak ok buat dibandingin sama sambal-sambal yang di jual di warung makanan ya, secara orientasinya beda. Yang satunya keuntungan yang satunya rasa😄. Tapi kalo aku lagi lapar sih, sikat aja trus😊. Kadang kalo makan di rumah, lauknya misal beli, ada sambalnya kan tuh, tapi sambalnya gak dimakan, bikin sendiri kalo waktunya sempet😄.
Nih kupotoin sambal yang kubuat tadi siang, aku mah jago bikin sambal😊(jagonya itu doank😄). Selamat ngiler😊.
Kupandangi photonya, kujadikan wallpaper di handphoneku. Kupandangi dengan lekat wajah mungilnya. Aku masih ingat bagaimana mencium dan memeluk tubuhnya untuk yang pertama dan terakhir. Aku masih ingin memeluknya, ingin memperlihatkan rumah baru kami, ingin menyusuinya, ingin mendekapnya di dadaku, ingin menunjukkan cahaya matahari, ingin memperlihatkan pohon-pohon, aku ingin menunjukkan semuanya, tapi sudah tidak bisa. Aku kehilangan, ada yang terasa kosong. Aku tak ingin terlalu larut dalam kesedihan, aku harus ikhlas, waktu mungkin akan menyembuhkan, tapi dadaku terasa sakit setiap memandangi photo-photonya, mendengar bunyi alat-alat yang terpasang di badannya membuatku merasa sakit, bagaimana anakku yang merasakannya langsung. Andai waktu bisa diulang, andai... Aku ingin memperbaiki semuanya, supaya anakku tidak terlahir prematur, supaya dia lahir dengan sehat, supaya dia bisa kubawa pulang langsung ketika lahir layaknya ibu-ibu yang lain. Supaya aku bisa pulang mengengd...
Komentar
Posting Komentar