Hai kawan, apa kabarmu? Lama tak berjumpa, aku lupa kapan terakhir kita bertemu, mungkin lebaran tahun lalu. Kita juga hanya menyapa di facebook, itupun hanya sesekali.
Aku mendengar hal yang tak cukup menyenangkan kawan tentangmu, hal yang sampai saat ini enggan untuk kupercaya. Hei, berita itu bukan dirimu yang kukenal dulu, ah aku tahu, tahu apa aku tentangmu saat ini? Ya patokanku hanya masa lalu, saat kita dengan putih abu-abu.
Kita sering berangkat sekolah bersama-sama, belajar, kau yang belajar, aku lebih sibuk dengan pikiranku sendiri dan ketidak mengertianku tentang apa yang sedang kita pelajari. Kau dengan sejuta impian yang kau rancang dengan matang, kau yang penuh semangat melakukan apapun, aku? si pengeluh dan pesimis.
Semua ingatan yang mungkin tak bisa kutuliskan itu membuatku memilih untuk ragu dan tak mempercayai berita tentangmu, tidak sebelum kita bertemu dan berbincang, entah kapan, kuharap secepatnya.
Kawan, dulu kita kawan karib, seiring waktu, kita mungkin sibuk dengan impian kita masing-masing. Sering lupa untuk bertanya kabar, tapi kawan, meski intensitas pertemuan kita tak seperti saat sekolah dulu, tak akrab pula sekarang, bahkan rasanya mungkin seperti orang lain, aku berharap saat ini kau baik-baik saja, sehat dan bahagia dengan keluarga kecilmu. Entah suatu saat tulisan ini akan kau baca atau tidak, karena aku terlalu malu untuk berkata cengeng dan lebay seperti ini.
Umur kita bertambah kawan. Seragam putih abu-abu sudah lama tanggal dari tubuh kita. Semakin banyak hal atau tantangan hidup yang datang, yang dulunya terasa jauh lebih sederhana.
Oh ya, kau ingat apa nama panggilan geng kita? Three lion, entah kenapa guru kita menamakannya begitu, tapi singa, bukankan singa adalah raja hutan? Identik dengan kuat. Kuharap kau, aku dan kawan kita yang lain menjadi sosok yang kuat. Jadikah kita sosok yang kuat, amin. Dari kawan lamamu.
Kupandangi photonya, kujadikan wallpaper di handphoneku. Kupandangi dengan lekat wajah mungilnya. Aku masih ingat bagaimana mencium dan memeluk tubuhnya untuk yang pertama dan terakhir. Aku masih ingin memeluknya, ingin memperlihatkan rumah baru kami, ingin menyusuinya, ingin mendekapnya di dadaku, ingin menunjukkan cahaya matahari, ingin memperlihatkan pohon-pohon, aku ingin menunjukkan semuanya, tapi sudah tidak bisa. Aku kehilangan, ada yang terasa kosong. Aku tak ingin terlalu larut dalam kesedihan, aku harus ikhlas, waktu mungkin akan menyembuhkan, tapi dadaku terasa sakit setiap memandangi photo-photonya, mendengar bunyi alat-alat yang terpasang di badannya membuatku merasa sakit, bagaimana anakku yang merasakannya langsung. Andai waktu bisa diulang, andai... Aku ingin memperbaiki semuanya, supaya anakku tidak terlahir prematur, supaya dia lahir dengan sehat, supaya dia bisa kubawa pulang langsung ketika lahir layaknya ibu-ibu yang lain. Supaya aku bisa pulang mengengd...
Komentar
Posting Komentar